The Grand Design
Penulis: Stephen Hawking
Bahasa: Indonesia
Tebal: 205 Halaman
Tanggal Rilis: Cetakan keempat Juli 2018
Publisher: Gramedia Pustaka Utama
“The Grand Design” adalah buku yang ditulis oleh Stephen Hawking dan Leonard Mlodinow pada tahun 2010. Buku ini menjelaskan teori-teori fisika modern yang digunakan untuk menjelaskan asal-usul alam semesta, seperti teori relativitas umum, mekanika kuantum, dan teori-teori lain yang digunakan untuk menjelaskan fenomena alam yang sangat besar dan yang sangat kecil.
Buku ini juga mencoba untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan besar tentang dunia ini, seperti “Bagaimana dunia ini dimulai?” dan “Mengapa ada sesuatu daripada tidak ada sesuatu?” Dalam buku ini, Hawking dan Mlodinow mengusulkan “M-Theory” sebagai penjelasan potensial untuk bagaimana dunia ini dimulai. M-Theory menyatakan bahwa dunia kita hanyalah satu dari banyak dunia yang ada dalam multiverse, dan bahwa peristiwa yang menyebabkan dunia ini tercipta tidak diperlukan sosok pencipta yang disebut “Tuhan”.
Buku ini juga menyatakan bahwa konsep Tuhan sebagai pencipta dunia tidak diperlukan dalam fisika modern, karena teori-teori yang digunakan untuk menjelaskan dunia ini mampu menjelaskan asal-usul tanpa adanya keberadaan Tuhan. Hal ini menyebabkan kontroversi pada kalangan ilmuwan dan intelektual yang agamis, karena pendapatnya bertentangan dengan mayoritas orang yang mempunyai keyakinan agama bahwa Tuhan adalah pencipta dunia ini, dengan Sim Sala Bimnya! Hehehe.
Selain itu, buku ini juga menuai sebuah kontroversi, ketika Hawking menuliskan dalam bukunya bahwa filsafat telah “mati” dalam arti bahwa filsafat tidak lagi diperlukan untuk memahami alam semesta. Hawking menyatakan bahwa perkembangan ilmu pengetahuan atau sains telah menyediakan jawaban yang lebih memadai untuk pertanyaan-pertanyaan yang dulunya dianggap sebagai pertanyaan filsafat.
Hawking juga menyatakan bahwa filsafat telah digantikan oleh fisika teoretis dalam memberikan jawaban tentang asal usul alam semesta dan struktur ruang dan waktu. Teori relativitas umum dan kosmologi telah memberikan jawaban yang kuat tentang bagaimana gravitasi bekerja dan bagaimana alam semesta berkembang. Mekanika kuantum juga telah memberikan jawaban tentang bagaimana partikel-partikel di alam semesta bekerja pada skala atomik dan subatomik.
Itulah kenapa Hawking menyatakan bahwa filsafat tidak lagi diperlukan untuk memberikan jawaban tentang konsep-konsep yang dianggap sebagai wilayah filsafat, seperti realitas, kebenaran, dan pemahaman tentang alam semesta. Ia menyatakan bahwa ilmu pengetahuan telah menyediakan jawaban yang lebih memadai dan memuaskan berdasarkan fakta dan data secara saintifik dibanding filsafat.
Hawking juga memahami bahwa pernyataan ini bukan berarti bahwa filsafat tidak lagi memiliki peran penting dalam memahami alam semesta. Filsafat masih memainkan peran penting dalam mengevaluasi konsekuensi etis dan filosofis dari sebuah teori ilmu pengetahuan, mengeksplorasi implikasi metafisika dari teori-teori ilmu pengetahuan dan membantu kita untuk memahami arti dari pengetahuan ilmiah itu sendiri.
Stephen Hawking memang tidak menyebutkan secara spesifik jenis filsafat yang dianggapnya “mati” dalam bukunya “The Grand Design”. Namun, pernyataannya dapat ditafsirkan bahwa ucapan tersebut mengarah kepada filsafat tradisional yang berfokus pada pertanyaan metafisika seperti asal usul alam semesta dan esensi realitas, yang telah digantikan oleh sains.
Secara keseluruhan, “The Grand Design” adalah buku yang mencoba menjelaskan teori-teori fisika modern tentang asal-usul alam semesta dan menyodorkan jawaban yang berbeda dari pandangan tradisional tentang asal-usul alam semesta. Buku ini sangat direkomendasikan untuk bahan bacaan di kala luang, cocok bagi orang yang tidak mudah terbakar janggutnya, dan jika bagi orang yang mudah terbakar janggutnya ingin membaca buku ini, jangan lupa sediakan es teh manis agar ketika terbakar bisa langsung mengguyurnya. Hehehe.